Lantunan syair indah menggema ke segala penjuru mengajak orang untuk segera melaksanakan shalat Dhuhur. Para jamaah yang berbondong-bondong melangkahkan kakinya ke arah Masjid Ar-Rohman, Mekkah. Diantara rombongan jamaah itu ada seorang pemuda miskin yang bernama Ahmad. Dia selalu hadir disetiap waktu shalat. Ia amat rajin dan tepat waktu untuk memenuhi seruan dari Tuhannya. Ditemani dengan tas usang peninggalan dari orang tuanya.
Setelah melaksanakan shalat Ahmad hendak ingin makan. Perutnya sudah seharian ia belum isi dengan apapun. Hanya air putih yang bisa masuk di tenggorakannya, itupun ia dapatkan di Masjid Ar-Rohman. Ia bersyukur sekali bisa meminum air itu, tapi ia juga merasa sangat lapar sekali. Ia memutuskan untuk berjalan menyusuri perkampungan Masjid. Dilaluinya berbagai perumahan, sampai di suatu rumah yang mewah nampak kosong. Penghuninya mungkin sedang keluar. Ia berjalan masuk ke rumah mewah tersebut. Di luar rumah tidak ada penjagaan sama sekali. Sesampainya di ruang makan, ia melihat meja yang berisi dengan makanan lengkap. Ahmad tergoda dengan makanan tersebut, dengan segera ia memakan ayam goreng. Saat sudah sampai di tenggorokan, ia kemudian ingat akan adanya Allah yang pasti sedang mengawasi kegiatannya. Allah pasti akan marah melihat perbuatan ini.
“Astagfirullah, apa yang sedang aku lakukan ini. Ini sungguh tidak benar. Perbuatan ini tidak disukai oleh Allah.” Ucap Ahmad dengan wajah panik. Ia kemudian dengan segera memuntahkan makanan tersebut. Tiba-tiba ia didatangi oleh pria berbadan kekar yang sedang memergokinya mengambil makanan.
“Sedang apa kamu disini!. Dasar pencuri!. Ayo ikut aku ke pos keamanan.”
Ahmad kemudian dibawa oleh pria itu ke area pos keamanan. Disana ia dituduh melakukan pencurian. Ia didesak dan disudutkan dengan penjelasan oleh pria berbadan kekar. Saat hendak diputuskan bersalah. Nampak seorang wanita bercadar hadir di pos keamanan tersebut.
“Laki-laki tersebut tidak bersalah. Aku bisa menjadi saksinya.”
“Apakah kamu berani bersumpah?” Tanya Pria berbadan kekar pada wanita bercadar.
“Tentu saja. Aku berani bersumpah.”
Detik-demi detik berlalu, sidang berlangsung alot sekali. Namun pertolongan dari Allah hadir melalui wanita bercadar, wanita tersebut menyelamatkan dan membebaskan Ahmad dari jeratan fitnah. Ahmad bersyukur ada penolong yang dibawakan oleh Allah padanya. Ahmad ingin berterimakasih dengan wanita tersebut. Tetapi saat ia ingin berterimakasih, ia tidak melihat wanita itu lagi.
Keesokan harinya, Ahmad kembali ke arah Masjid untuk bertaubat pada Allah. Ia mengetahui bahwa perbuataannya adalah salah. Mencuri adalah suatu dosa yang besar. Ia harus dengan segera mengaliri tubuhnya dengan balutan air wudhu. Tak lama kemudian adzan berkumandang. Tanda untuk melaksanakan shalat Ashar telah tiba. Para jamaah kembali memenuhi masjid Ar-Rohman. Seusai melaksanakan shalat, Ahmad duduk termenung mengingat apa yang ia lakukan pada kemarin siang. Dalam kediamannya, ia melihat lagi wanita yang bercadar yang ditemuinya saat berada di pos keamanan. Wanita itu juga nampak memperhatikan Ahmad. Wanita itu kemudian berjalan ke arah imam masjid. Setelah membisikkan sesuatu pada imam, wanita tersebut nampak kembali lagi ke tempatnya. Imam dengan segera menghampiri Ahmad.
“Apa kabar Ahmad?”
“Kabar baik imam.”
“Bolehkah saya menanyakan sesuatu padamu?”
“Boleh. Silahkan imam.”
“Kamu adalah orang yang rajin dalam hal beribadah. Usahamu dalam pekerjaan juga sungguh sangatlah giat. Apa kau tidak ada niat untuk menikah?”
“Belum ada niat, imam. Saya adalah orang miskin. Untuk kehidupan sehari-hari saja sudah susah. Bagaimana mungkin ada yang mau dengan saya.”
“Jika kau mau. Saya bisa menikahkan kamu dengan wanita yang kaya raya. Tetapi ia sudah janda. Ia sudah ditinggalkan oleh suaminya satu tahun yang lalu.”
“Benarkah itu? Wanita seperti apa yang sanggup menerima saya?”
Imam kemudian menunjuk ke arah wanita yang bercadar. Ia kemudian berkata “Kau lihat wanita itu, Ia adalah wanita yang kumaksudkan tadi.” Ahmad kemudian terkejut, tak menyangka dengan pernyataan dari imam.
Imam kemudian memberikan kode pada wanita tersebut untuk datang menghampiri imam dan Ahmad. Wanita itu dengan penuh kehat-hatian duduk.
“Tapi imam. Aku merasa tak pantas untuk menikahinya. Bahkan untuk mahar saja saya tidak punya.”
“Tenang saja. Kau mempunyai tas. Jika kau mau, jual padaku. Itu akan menjadi maharmu.” Tegas Imam.
“Baiklah.”
Setelah syarat-syarat terpenuhi semua, akad pun dengan segera dilakukan. Kini Ahmad tak lagi sendiri, wanita yang ditemuinya saat hendak ke Masjid akan menjadi pendamping hidupnya. Ia harus menjadi pemimpin yang baik, lemah lembut, dan penuh kasih sayang. Ia kini akan menuju ke rumah istrinya. Ia kaget karena rumah istrinya itu adalah tempatnya melakukan perbuatan dosa. Sesaat setelah masuk kedalam rumah, dibukanya cadar yang menutupi wajah istrinya itu. Ahmad terperanga melihat betapa cantiknya istrinya itu. Alangkah indahnya wajah itu, sungguh dibalik tutupan cadar itu tersembunyi berlian mewah didalamnya.
“Wahai suamiku. Kamu pasti belum makan. Aku sudah membuatkan makanan untukmu.” Istrinya itu kemudian mengantarkannya ke ruang makan. Ahmad kemudian menjadi sangat gelisah sekali. Ahmad kemudian mulai menitikkan air mata. Wajahnya kini basah berderai air mata.
“Ada apakah gerangan wahai suamiku?”
Ahmad kemudian menjelaskan dengan wajah yang tersedu-sedu. “Wahai istriku yang kucintai. Apakah kamu tau akan perbuatanku. Perbuatanku sungguh sangat memalukan. Aku terjebak oleh godaan syetan yang menyuruhku untuk memakan makanan. Saat makanan tersebut melintas di mulut, aku teringat pada Allah. Perbuatanku pasti sedang dilihat-Nya. Allah pasti akan marah padaku. Lantas aku dengan segera mengeluarkan makanan tersebut dari mulutku. Aku kemudian bertaubat untuk tidak mengulanginya lagi. Wahai istriku, rumah yang aku singgahi itu adalah rumahmu.”
Istrinya kemudian tersentuh melihat pengakuan jujur dari suaminya itu. Ia kemudian menitikkan air mata di wajahnya sambil berkata. “Wahai suamiku. Aku tau semuanya. Aku sungguh beruntung bisa mempunyai seorang suami yang jujur, baik hati, rajin beribadah, dan rendah hati. Aku sungguh sangat beruntung sekali menemukan laki-laki dengan sifat kepemimpinan yang sangat mulia sepertimu.”
“Wahai istriku, apakah kamu tidak marah padaku? Apakah kamu tidak malu mempunyai seorang suami yang pencuri?” Tanya Ahmad pada istrinya.
“Tidak akan marah. Mengapa aku harus malu? Aku mempunyai seorang suami yang selalu mengingat Allah. Allah pasti akan memaafkan perbuatanmu jika kamu bertaubat dengan sungguh-sungguh.”
“Terimakasih atas kepercayaanmu. Aku sungguh beruntung bisa mempunyai belahan jiwa yang taat dan selalu mengingat Allah. Atas izin Allah, aku harap kita adalah pasangan yang kekal, abadi, dan sejati.”
Demikianlah jalinan kisah cinta diantara mereka. Ahmad bahagia bisa mempunyai bidadari yang ditemukannya di dunia. Untaian tali suci pernikahan, telah mengikat mereka selamanya. Takdir Allah lah yang mempertemukan mereka, Takdir di Masjid Ar-Rohman.
PENULIS : DD
0 comments:
Post a Comment