Sunday, February 11, 2018

KARYA ILMIAH SOSIOLOGI KEMISKINAN TEORI FUNGSIONAL

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan , pakaian , tempat berlindung dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup . Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara.
Banyak sekali kasus kemiskinan yang terjadi di Indonesia. Kasus-kasus kemiskinan ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, dan jika masalah kemiskinan ini dibiarkan saja maka Negara akan menjadi tidak sejahtera dan masyarakatnya akan selalhu hidup susah karena mungkin orang-orang malas akan bekerja dan kurang adanya lapangan pekerjaan.
Oleh karena itu, kami disini menganalisa tentang apa-apa saja yang dapat menuntaskan kemiskinan di Indonesia. Dengan adanya solusi maka masalah kemiskinan akan menjadi tidak ada dan negara akan menjadi sejahtera dan damai.


1.2    Gambaran Kasus


Kondisi memprihatinkan dialami Luluk Munawaroh, bocah berusia 12 tahun asal Desa Temayang, Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban akibat gizi buruk. Tak ayal, tubuh bocah tersebut kurus dan kering hingga berakibat pada kelumpuhan.
Putri terakhir pasangan Tasrip (52) dan Kasi (51) itu, kini kondisinya tidak bisa melakukan aktifitas apapun. Apalagi, berat badan bocah tersebut hanya sekitar 10 kilogram saja.
Setiap hari, Luluk harus digendong ibunya lantaran tidak bisa berjalan. Bahkan untuk bicarapun, Luluk menggunakan isyarat jika ingin melakukan sesuatu.
"Sampai sekarang ini juga masih tidak bisa apa-apa mas, kalau mau kemana-mana ya selalu digendong. Biasanya kalau mau minta sesuatu ya cuman nangis mas," terang Kasti, saat ditemui di rumahnya sambil mengendong Luluk yang terlihat lemas.
Menurut ibu tiga anak tersebut, kondisi kelahiran anak ketiganya itu lahir normal serta tidak ada kelainan sama sekali. Namun kondisi kelumpuhan yang dialami Luluk baru diketahui setelah umur empat tahun yang tak kunjung bisa jalan dan bicara seperti anak umumnya, serta tubuhnya yang kecil.
“Awalnya pada usia empat tahun dia mengalami panas tinggi hingga mengalami kejang, setelah itu sempat saya bawa ke rumah sakit umum Tuban. Saat itu setelah sembuh saya bawa pulang, tapi saat di rumah setiap bulannya pasti selalu mengalami panas yang tinggi," lanjut Kasti.
Sejak itulah kondisi Luluk semakin parah, saat mengalami sakit panas tinggi, keluarga bocah malang tersebut tidak lagi bisa membawanya untuk berobat ke rumah sakit lantaran tidak punya biaya. Keterbatasan biaya dan kurangnya asupan gizi sejak lahir dimungkinkan juga menjadi penyebab utama kondisi bocah tersebut semakin parah.
"Ya setelah itu tidak pernah lagi berobat ke rumah sakit mas. Kalau untuk makanan sehari-hari cuman dengan nasi saja, tapi harus dihaluskan," lanjut Kasti yang hanya seorang buruh tani.
Kini keluarga bocah malang tersebut hanya bisa pasrah dengan keadaan tersebut, pasalnya penghasilan dari buruh tani tidak bisa lagi membawa Luluk untuk berobat lagi dengan kondisi Luluk yang sudah terlanjur kekurangan gizi tersebut. Ia hanya berharap, jika ada keajaiban supaya Luluk masih bisa diobati dan bisa kembali normal seperti anak-anak seusianya.


SUMBER :
www.beritajatim.com/pendidikan_kesehatan/188422/duh..kemiskinan_bikin_tubuh_luluk_kurus_kering.html


1.3    Pertanyaan Penelitian

-    Pertanyaan Wajib

1.    Bagaimanakah telaah teori Fungsional dalam kasus diatas ?

-    Pertanyaan Bebas

2.    Faktor-faktor apa saja yang bisa menyebabkan kemiskinan ?
3.    Bagaimana Solusi supaya kemiskinan di Indonesia berkurang ?


1.4    Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa seberapa besarnya kemiskinan di Indonesia, serta dapat mengetahui solusi-solusi apa saja yang dapat mengurangi kemiskinan.



1.5    Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1.    Penulis
Karena dengan tugas ini dapat menambah pengetahuan serta wawasan bagi si penulis mengenai kemiskinan.
2.    Siwa
Tugas ini dapat meningkatkan pemahaman yang luas mengenai kasus kemiskinan dan diharapkan untuk meningkatkan kinerja siswa di sekolah dan memberikan bekal kecakapan berfikir ilmiah melalui keterlibatan siswa dalam analisa kasus Luluk.
3.    Masyarakat
Masyarakat juga dapat mengetahui penyebab apa saja yang menimbulkan kemiskinan serta masyarakat juga dapat bertindak langsung dalam upaya pengentasan kemiskinan.





1.6 Metodeologi: Deskriptif Analitis

Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subjek atau objek dalam penelitian dapat berupa orang, lembaga, masyarakat dan yang lainnya yang pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau apa adanya.
Menurut Nazir dalam Buku Metode Penelitian, metode deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.
Dapat dikatakan bahwa penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa yang terjadi pada saat sekarang atau masalah aktual.




BAB II
ANALISA


3.1    Telaah Teori

1.    Pertanyaan : Bagaimanakah telaah teori Fungsional dalam kasus diatas ?

Jawaban :
1)    Setiap masyarakat relatif bersifat stabil
-    Setiap warga atau masyarakat relatif semuanya pasti memilih bahwa mereka tidak ingin miskin karena jika warga atau masyarakat miskin pasti untuk memenuhi kehidupan sangatlah sulit mengingat harga-harga di pasar ataupun di supermarket mahal.
2)    Setiap komponen masyarakat biasanya menunjang kestabilan masyarakat
-    Dalam hal kemiskinan ini komponen yang menunjang antara lain: Presiden, Pemerintah, maupun tingkat kepala desa. Dapat dikatakan presiden karena tokoh yang paling menunjang negara adalah presiden. Jika presidennya baik, adil, dan mampu mensejahterakan rakyatnya maka tidak akan ada lagi masalah kemiskinan.
3)    Setiap masyarakat pada umumnya relatif terintegrasi
-    Setiap masyarakat pada umumnya akan bersatu untuk menolong warga-warga disekelilingnya agar di kampung atau desa tersebut tidak akan terjadi kasus kemiskinan seperti yang dialami oleh Luluk.
4)    Kestabilan sosial bergantung pada kesepakatan (konsensus) di kalangan anggota
-    Kestabilan sosial atau agar kejadian yang dialami oleh Luluk tidak terulang kembali juga bergantung kepada kesepakatan yang telah disetujui oleh para warga desa temayang, contohnya: warga desa temayang mengadakan shadaqoh atau mengadakan amal setiap 1 minggu sekali, dan setelah dana itu terkumpul lalu dibagikan kepada orang miskin yang membutuhkan.

3.2    Jawaban dari Pertanyaan Bebas

2.    Pertanyaan : Faktor-faktor apa saja yang bisa menyebabkan kemiskinan ?

Jawaban :
1.      Faktor internal
a.      Keterbatasan pengetahuan

Keberhasilan kegiatan pembangunan tidak hanya memerlukan dukungan investasi modal fisik semata, melainkan juga sumber daya manusia. Tanpa adanya dukungan sumber daya manusia yang memadai, akan terjadi ketidakmampuan dalam menjalankan investasi di berbagai sektor perekonomian dan sebagai akibatnya pertumbuhan ekonomi tidak akan dapat dicapai secara berkelanjutan. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap daerah, dimana keberhasilan pembangunan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan penduduknya. Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu kebutuhan dasar (basic need) bagi masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf kehidupannya.
Profil pendidikan responden menunjukkan sebagian besar rumah tangga miskin di Kabupaten Buton Utara hanya menamatkan pendidikannya pada tingkat sekolah dasar (72,32 persen) dan yang tidak tamat sekolah dasar sebesar 16,23 persen dari seluruh kepala rumah tangga miskin. Hal ini berarti bahwa hampir mencapai 90 persen rumah tangga miskin adalah pekerja yang tidak mempunyai keahlian secara formal (unskilled-laborers). Persentase rendahnya tingkat pendidikan tersebut tampaknya sangat berpengaruh secara signifikan terhadap kemiskinan di Kabupaten Buton Utara pada umumnya dan kaum petani dan nelayan pada khususnya. Masyarakat petani di Kabupaten Buton Utara sedang menghadapi kesulitan menangani masalah hama dan penyakit yang sering menyerang tanaman mereka. Petani saat ini sedang gamang menyelesaikan problematika yang kini menyerang usaha tani yang sedang dibudidayakannya. Disinilah pentingnya seorang petani memiliki pengetahuan baik secara formal maupun informal untuk menanggulangi berbagai hal yang mengganggu tanaman mereka.
Secara keseluruhan tampaknya kelemahan petani sebagai faktor penyebab kemiskinan mereka berkaitan dengan metode bertani. Petani tradisional kurang memiliki penguasaan metode bertani. Kelemahan ini ber¬kaitan dengan kurangnya pendidikan atau training yang dimiliki. Pada umumnya rumah tangga miskin yang berprofesi sebagai petani memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Untuk itu disinilah diharapkan fungsi penyuluh pertanian di la¬pangan agar dapat menguat¬kan aspek pengetahuan pe¬tani. Karena itu, ke depan aspek pening¬katkan kemampuan adopsi dan intervensi teknologi ke proses pertanian petani harus di¬tingkatkan melalui berbagai regulasi. Seperti memudahkan akses petani ke teknologi, mem¬berikan subsidi alat-alat pertanian dan mengadakan paket-paket training secara priodik dan terarah yang langsung berdampak pada peningkatan kapasitas pro¬duksi bagi petani.
Kemiskinan akibat keterbatasan pengetahuan bukan hanya merasuki kalangan petani kecil di Kabupaten Buton Utara, tetapi juga mewabah hingga berlabuh di wilayah pesisir yang mayoritas dihuni kaum pelaut yang lebih akrab dikenal dengan sebutan nelayan. Nelayan yang miskin umumnya belum banyak tersentuh teknologi modern, kualitas sumber daya manusia rendah dan tingkat produktivitas hasil tangkapannya juga sangat rendah. Tingkat pendidikan nelayan berbanding lurus dengan teknologi yang dapat dihasilkan oleh para nelayan, dalam hal ini teknologi di bidang penangkapan dan pengawetan ikan. Ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan bahan makanan lain disebabkan oleh bakteri dan perubahan kimiawi pada ikan. Oleh karena itu, diperlukan teknologi pengawetan ikan yang baik. Selama ini, nelayan tradisional hanya menggunakan cara yang sangat sederhana untuk mengawetkan ikan. Hal tersebut salah satunya disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan dan pengusaaan nelayan terhadap teknologi.

b.      Keterbatasan modal usaha
Salah satu ciri dari kemiskinan yang sudah lama dikenali para ahli adalah kehausan rumah tangga miskin khususnya di peredesaan dan pesisir terhadap kredit berbunga lunak. Tetapi, ini bukan berarti setiap pemberian bantuan modal usaha berbunga lunak kepada rumah tangga miskin selalu berfungsi efektif. Pelaksanaan pemberian kredit secara efektif mengalami beberapa hambatan, diantaranya karena amat beragamnya kelompok sasaran yang hendak dijangkau, dan kesukaran mengkompromikan kriteria efisiensi dan efektivitas kredit. Selain itu, kendala lainnya disebabkan oleh kurangnya akses warga miskin atas lembaga keuangan yang ada di sekitarnya, dan yang tidak kalah pentingnya adalah tidak adanya barang jaminan yang dimiliki warga miskin yang dapat dijadikan sebagai agunan pada suatu lembaga keuangan. Karena itu Yunus (2007) berpandangan bahwa untuk menanggulangi kemiskinan, kaum miskin perlu diberi kesempatan dan kepercayaan untuk mendapatkan pinjaman. Hanya saja mereka sulit berhubungan dengan bank, karena tidak memiliki agunan.
Bagi rumah tangga miskin, kredit merupakan sarana untuk menciptakan pendapatan melalui bekerja dan berusaha berdasarkan potensi sumber daya manusia yang dimiliki dan potensi lingkungan ekonomi dimana ia berada. Kredit yang tepat, murah, dan mudah yang dikelola berdasarkan adat dan budaya setempat merupakan salah satu sarana penting yang amat membantu melancarkan kegiatan perekonomian. Ringkasnya, fungsi kredit adalah untuk membantu meningkatkan kesejahteraan rumah tangga miskin, khususnya yang tergolong miskin dan mendekati miskin (near poor).

c.       Kurang potensialnya jenis pekerjaan yang dimiliki
Keterbatasan pengetahuan menyebabkan rumah tangga miskin melakoni jenis pekerjaan yang relatif kurang potensial. Keterbatasan mengakses lapangan pekerjaan yang menjanjikan serta banyaknya masyakarakat yang bekerja pada lapangan kerja yang kurang produktif berakibat pada rendahnya pendapatan sehingga mereka tergolong miskin atau tergolong pada pekerja yang rentan jatuh di bawah garis kemiskinan (near poor). Pada umumnya informasi yang diperoleh sangat jelas menunjukkan bahwa rumah tangga miskin cenderung tidak memiliki pekerjaan tetap, namun tidak juga dapat dikategorikan tidak bekerja atau pengangguran terbuka karena dari sisi jam kerja melebihi jam kerja normal (35 jam/minggu). Hanya saja, jika dikaji dari sisi kemampuan produktivitas dengan kaitannya dengan upaya pemenuhan kebutuhan dasar tampaknya masih menemui kendala. Karena itu perlu ada jenis pekerjaan yang lebih menjanjikan bagi rumah tangga miskin. Pada umumnya rumah tangga miskin bekerja apa saja dalam kurun waktu yang singkat demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, entah mau menjadi buruh bangunan, buruh tani, maupun tukang ojek.
Disinilah peran stakeholders untuk menggerakkan sektor-sektor ekonomi yang menjadi potensi lokal. Di sektor perikanan dapat diupayakan jenis pekerjaan baru berupa pengolahan ikan menjadi abon, mengolahan kulit kerang menjadi hiasan yang bernilai tambah, usaha rumput laut, dan tentu masih banyak lagi jenis yang dapat dikembangkan. Di sektor pertanian misalnya dapat diupayakan pengolahan VCO (virgin coconut oil), pembuatan sapu dari sabuk kelapa, dan berbagai jenis pekerjaan lainnya yang membutuhkan ketrampilan. Untuk menggerakkan potensi ini, maka tidak dapat dilepaskan dengan tingkat pengetahuan masyarakat, penyediaan modal dasar, dan penguatan kelembagaan.

d.      Pola hidup konsumtif
Streotipe malas oleh berbagai pihak sering dianggap menjadi penyebab kemiskian nelayan. Namun dalam kenyataannya kultur nelayan jika dicermati secara mendalam justru memiliki etos kerja yang handal. Mereka pergi subuh pulang siang, bahkan pada masa tertentu nelayan terpaksa harus beberapa hari di laut dan menjual ikan hasil tangkapan di laut melalui para tengkulak yang menemui mereka di tengah laut, kemudian menyempatkan waktu pada waktu senggang untuk memperbaiki jaring. Dengan demikian, tidak pantas jika kita mengatakan nelayan pemalas, karena jika dilihat dari daur hidup nelayan yang selalu bekerja keras. Namun ternyata kendalanya adalah terletak pada pola hidup konsumtif. Pola hidup konsumtif menjadi masalah laten pada masyarakat nelayan, dimana pada saat penghasilan banyak, tidak ditabung untuk persiapan paceklik, melainkan dijadikan kesempatan untuk membeli kebutuhan sekunder. Namun ketika musim paceklik datang, pada akhirnya mereka berhutang, termasuk kepada lintah darat, yang justru semakin memperberat kondisinya.
Dengan demikian, masalah pola hidup di sini memiliki dua makna, yakni pola hidup konsumtif, dan pola hidup dalam pengertian masyarakat kurang tanggap membaca situasi ke depan untuk mengantisipasi selang waktu dimana saatnya tidak melakukan produksi. Hal demikian senada dengan pandangan Antropolog Oscar Lewis (1988), mengungkapkan bahwa masalah kemiskinan bukanlah masalah ekonomi, bukan pula masalah ketergantungan antarnegara atau masalah pertentangan kelas. Memang hal-hal tersebut merupakan penyebab kemiskinan itu sendiri tetapi menurutnya, kemiskinan itu sendiri adalah budaya atau sebuah cara hidup.

2.      Faktor eksternal

a.      Kurangnya perhatian pemerintah
Selain masalah keterbatasan pengetahuan, modal usaha, dan lapangan pekerjaan, kemiskinan pedesaan khususnya kalangan petani Buton Utara juga disebabkan oleh kurangnya sarana dan prasarana pertanian. Kondisi wilayah yang cukup memprihatinkan karena masih adanya sistem pertanian sawah tadah hujan. Tentu saja kondisi yang demikian ini membuat kaum petani sangat tergantung pada alam, karena pengolahan sawah hanya dilakukan pada satu kali musim saja. Jika demikian, apakah kemiskinan yang diderita kaum papa ini disebut kemiskinan alamiah atau kemiskinan struktural?
Secara sepintas dapat saja kita katakan hal itu sebagai kemiskinan alamiah karena kemiskinan yang disebabkan oleh kondisi alam. Akan tetapi, analisa yang demikian itu sangatlah dangkal. Tidak dapat dipungkiri bahwa manusia tetap dipengaruhi oleh alam, namun tidak sepenuhnya seperti itu. Dengan kemampuan teknologinya manusiapun mampu mengendalikan lingkungan alamnya. Hanya saja pada kondisi yang demikian ini, pemerintah kurang tanggap menyikapi rintihan kaum papa pedesaan sehingga mereka dibiarkan tidak menikmati sistem irigasi yang memadai. Artinya, pemerintah melalui kebijakannya dapat mengeluarkan petani dari masalah yang kini selalu membuntutinya. Dengan demikian, kemiskinan yang terjadi sangatlah terang benderang disebabkan oleh struktur yang tidak pro poor. Pada umumnya informan memberikan keterangan bahwa tampaknya kemiskinan yang kian dideritanya secara sepintas lalu dapat dikatakan kemiskinan alami, namun juga didalami, maka ternyata ditemukan modus kurangnya perhatian pemerintah.
Memang secara sekilas dari keluhan warga tersebut tidak ada kaitannya dengan perhatian pemerintah, tampak terasa hanya merupakan pernyataan skeptis atas kondisi alam yang kurang mendukung. Akan tetapi, jika dielaborasi lebih jauh dari keluhan rumah tangga miskin pada dasarnya dialamatkan kepada pemerintah, karena pemerintahlah yang mampu memberikan uluran tangan menyelesaikan masalah kondisi persawahan yang masih dikelola secara sangat tradisional karena masih bersifat tadah hujan. Padahal, intervensi pemerintah berupa kebijakan pembangunan sarana pertanian sudah menjadi kewajiban. Dengan demikian, disimpulkan pada bagian ini bahwa ketidakberdayaan masyarakat menghadapi kesulitan pengolahan lahan pertanian mereka disebabkan kurangnya perhatian pemerintah dalam menanggulangi masalah yang sedang dialami oleh kaum papah di pedesaan. Realitas demikian ini sejalan dengan pandangan Yunus (2007) bahwa kemiskinan itu akibat kesalahan pembuat kebijakan dan keputusan dalam pembangunan negara yang tidak menyentuh kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan kemampuan manusia.

b.      Ketergantungan pada alam
Rumah tangga miskin sangat rentan terhadap perubahan pola pemanfaatan sumber daya alam dan perubahan lingkungan. Rumah tangga miskin yang tinggal di daerah perdesaan dan kawasan pesisir sangat tergantung pada sumberdaya alam sebagai sumber penghasilan. Nelayan merupakan kelompok masyarakat yang mata pencahariannya sebagian besar bersumber dari aktivitas menangkap ikan dan mengumpulkan hasil laut lainnya. Mereka umumnya hidup di kawasan pesisir pantai dan sangat dipengaruhi kondisi alam terutama angin, gelombang, dan arus laut, sehingga aktivitas penangkapan ikan tidak berlangsung sepanjang tahun. Pada periode waktu tertentu nelayan tidak melaut karena angin kencang, gelombang besar, dan arus laut yang kuat. Kondisi alam ini kerapkali disebut musim paceklik yaitu suatu musim dimana nelayan tidak beraktivitas sama sekali. Rintihan para nelayan dalam menghadapi ketergantungan pada alam bersahut-sahutan dilontarkan ketika peneliti menemui para nelayan yang kebetulan sedang beristrahat di sekitar rumah mereka.
Hasil wawancara yang dilakukan memberikan gambaran betapa kompleksnya permasalahan kemiskinan masyarakat nelayan. Kemiskinan terjadi disebabkan masyarakat nelayan hidup dalam suasana alam yang keras yang selalu diliputi ketidakpastian (uncertainty) dalam menjalankan usahanya. Musim paceklik yang selalu datang tiap tahunnya dan lamanya pun tidak dapat dipastikan akan semakin membuat masyarakat nelayan terus berada dalam lingkaran setan kemiskinan (vicious circle) setiap tahunnya. Tidak ada yang dapat dilakukan dalam menghadapi kondisi alam, karena alam tidak akan mampu dilawan. Hal yang mungkin dilakukan dalam menghadapinya adalah perlunya masyarakat nelayan memiliki penguasaaan aspek informasi dalam hal cuaca dan lokasi.
Gambaran penyebab kemiskinan di Kabupaten Buton Utara sebagaimana temuan lapangan tampaknya sejalan dengan uraian yang dikemukakan oleh Kartasasmita (1996). Menurutnya bahwa kondisi kemiskinan dapat disebabkan oleh sekurangnya empat penyebab. Pertama, rendahnya taraf pendidikan. Taraf pendidikan yang rendah mengakibatkan kemampuan pengembangan diri terbatas dan menyebabkan sempitnya lapangan kerja yang dapat dimasuki. Dalam bersaing untuk mendapatkan lapangan kerja untuk saat ini serendah-rendahnya diperlukan ijasah SMU sedangkan kebanyakan rumah tangga miskin adalah lulusan SD atau SLTP.
Kedua, rendahnya derajat kesehatan. Taraf kesehatan dan gizi yang rendah menyebabkan rendahnya daya tahan fisik, daya fikir, dan prakarsa. Ketiga, terbatasnya lapangan kerja. Selama ada lapangan kerja atau kegiatan usaha, selama itu pula harapan untuk memutuskan lingkaran kemiskinan. Keempat, kondisi keterisolasian, banyak penduduk miskin, secara ekonomi tidak berdaya karena terpencil dan terisolasi. Mereka hidup terpencil sehingga sulit atau tidak dapak dapat terjangkau oleh pelayanan pendidikan, kesehatan, dan gerak kemajuan yang dinikmati masyarakat lainnya. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa kemiskinan tidak dapat didefinisikan dengan sangat sederhana, karena tidak hanya berhubungan dengan kemampuan memenuhi kebutuhan material semata, melainkan juga sangat berkaitan dengan dimensi kehidupan manusia yang lain. Karenanya, kemiskinan hanya dapat ditanggulangi apabila dimensi-dimensi lain itu diperhitungkan.

3.    Pertanyaan : Bagaimana Solusi supaya kemiskinan di Indonesia berkurang ?

Jawaban :
Untuk menangani contoh kasus kemiskinan diatas perlu adanya kesadaran dari pemerintah dan masyarakat. Pemerintah harus lebih melihat masyarakat yang tinggal di pedalaman, apakah kehidupannya sudah di kategorikan layak atau tidak. Jangankan masyarakat pedalaman, yang tinggal di kota besar saja masih banyak yang terpuruk dalam kemiskinan. Jika pemerintah belum sanggup mengatasi masalah kemiskinan, ada alternatif lain untuk meminimalisirnya, yaitu dengan memberikan layanan kesehatan gratis untuk warga miskin. Layanan kesehatan gratis bukan hanya pelayanan ala kadarnya, tetapi pelayanan kesehatan hingga pasien tersebut sembuh. Layanan kesehatan gratis sampai saat ini hanya terdapat di beberapa daerah saja, belum menyeluruh ke semua wilayah Indonesia. Sebenarnya bukan hanya pemerintah yang harus pusing dengan masalah ini, masyarakat pun harus sadar akan kondisi ini, begitu pula dengan masyarakat yang di kategorikan miskin. Miskin itu hanya kondisi ekonomi saja yang tidak beruntung. Hidup miskin bukan berarti harus hidup kotor, kebersihan harus menjadi hal yang penting, karena dengan lingkungan dan pola hidup bersih akan mengurangi resiko terkena penyakit. Dengan tidak mengalami sakit, setidaknya mengurangi beban hidup yang dialami. Tanamkan dalam pikiran bahwa bersih itu pangkal sehat, jika sehat maka berpotensi pada semangat, semangat itu menyebabkan seseorang menjadi rajin, dan rajin itu bisa membuat orang menjadi kaya.
   





BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan penulis, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kasus kemiskinan yang dialami oleh Luluk adalah masalah yang dialami oleh Negara berkembang dan bisa pula terjadi di Negara maju. Kemiskinan juga banyak faktor yang mempengaruhinya dan hingga kini kemiskinan masih menjadi bagian dari persoalan terberat dan paling krusial di dunia ini. Namun kini pemerintahan Indonesia sedikit demi sedikit telah memperbaiki keadaan ekonomi rakyat dengan mengatasi kemiskinan yang terjadi di Indonesia. Sekarang ini pemerintahan Indonesia telah melakukan program Bantuan Langsung Tunai bagi masyarakat menengah kebawah.


3.2    Saran

Kebijakan pemberantasan kemiskinan harus menyentuh akar masalah. Untuk itu, kebijakan strategis yang harus ditempuh adalah perluasan dan pemerataan pendidikan, peningkatan layanan kesehatan, pembangunan perumahan, penciptaan lapangan kerja, pembangunan infrastruktur untuk memperlancar transaksi ekonomi dan perdagangan, serta pembangunan daerah untuk mengurangi disparitas ekonomi antar wilayah. 
Kebijakan ini juga harus melibatkan warga atau masyarakat dengan memberikan semangat atau motivasi supaya warga yang merasa mentalnya malas menjadi semangat. Di dalam rasa semangat itulah rasa percaya diri akan muncul sehingga warga tidak menjadi malu lagi melainkan mereka akan berjuang agar keluarga mereka bisa hidup berbahagia.





DAFTAR PUSTAKA



-    Situs Warta Warga
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/12/masalah-kemiskinan-di-indonesia/

-    Situs Idtesis
http://idtesis.com/metode-deskriptif/

-    Situs berita Jatim
http://www.beritajatim.com/pendidikan-kesehatan/188422/duh..kemiskinan-bikin-tubuh-luluk-kurus-kering.html#.UpTZUyerd1s

-    Situs Blog Ocha Scorpio Girl
http://ochascorpiogirl.blogspot.com/2012/10/faktor-penyebab-dan-cara-mengatasi.html?m=1

-    Situs Blog Lensa Sosiologi
http://lensasosiologi.blogspot.com/2012/03/kemiskinan-pedesaan.html?m=1

0 comments:

Post a Comment